Pengalaman Plesiran ke Pulau Dewata-Bali, di masa PPKM [Day 2]

Diposting pada

OtoBeken – Tempoe lalu sudah Upload untuk artikel pengalaman ke Pulau Dewata-Bali dimasa PPKM (Klik Disini). So sekarang melanjutkan cerita tersebut, kemarin OB sudah menceritakan prosedur apa saja yang perlu dipersiapkan saat kita hendak bepergian keluar pulau melalui penyeberangan (di Era New Normal). Nah, kali ini akan lebih focus bercerita experience berada di Pulau Dewata-Bali saat PPKM berlangsung.

Meskipun di judulnya ini hari kedua, bisa di artikan juga sama dengan experience dihari-hari berikutnya. Memang sejak awal pandemi Covid-19 datang di negara tercinta ini, bisa dibilang Pulau Dewata-Bali berangsur mulai lumpuh. Yang mana kesehariannya memang mengutamakan mata pencaharian dari Pariwisata, otomatis dengan pembatasan gerak semacam ini. Tentunya membuat lumpuh dunia pariwisata, apalagi istilah-istilah pembatasan kegiatan terus diberlakukan πŸ™

Mulai dari penyeberangan, jika biasanya kapal penuh dengan orang-orang. Bisa dilihat dalam photo terlampir diatas, dalam frame photo itu tidak ada siapa-siapa. Meskipun memang dikursi lain sejatinya masih ada penumpang, tapi benar-benar turun drastis jumlah penumpangnya. Pulau Dewata-Bali benar-benar tak seperti dulu, terlihat dibeberapa pertokoan daerah Kuta. Yang dulunya bisa dibilang tempat pusatnya keramaian, saat OB kemarin kesana benar-benar seperti bukan berada di Pulau Dewata-Bali. Melainkan semacam sedang berada di kota terpencil πŸ™

Dulu Pulau Dewata-Bali memiliki tagline ” Everiday is Holiday ” sepertinya saat ini sudah kehilangan kesan itu, di daerah Kuta yang dulu banyak banget pertokoan accesories bernuansa outdoor/olahraga air. Kini banyak yang menyerah dan tutup, meskipun masih ada yang buka. Tapi entah sampai kapan akan mampu bertahan dalam kondisi yang benar-benar sepi.

Memang jika pagi hingga sore tiba, semuanya masih terlihat banyak aktifitas masyarakat Bali yang asli beraktifitas sehari-hari. Tetapi ketika malam tiba, yakni mulai diberlakukan jam PPKM pk.20.00wita. Semua toko, pedagang kaki lima, dsb. Yang berada di sekitaran Denpasar-Bali, pada serentak tutup. Bahkan sampai beli Nasi Gorengpun tak di layani, mereka benar-benar patuh. Pas pk.20.00wib, langsung serentak tutup.

Meskipun OB yakin di dalam gerobaknya, nasi masih banyak untuk dijual. Jadi untuk menyiasati hal tersebut, mampirlah ke Alfama** yang memang ntah kok bisa medapatkan izin tutup pk.20.30wita, padahal kompetitornya sudah tutup semua pas pk.20.00wita. So kami masih bisa terselamatkan dengan membeli air mineral sebanyak-banyaknya, sembari mie instan untuk di seduh di Hotel. πŸ˜‰

Ntah bisa dikatakan kejadian lucu, menggembirakan, atau justru mengerikan. Jika malam hari benar-benar Denpasar sepi, di Hotel yang kita inapipun juga selalu cuma kita yang menginap. Jadi berasa jadi sultan seharian, Hotel dengan begitu banyak kamar yang biasanya ramai. Hanya kita dan beberapa petugas Hotel saja yang ada. Mulai dari lantai dasar hingga lantai atas, benar-benar tak ada pengunjung. πŸ™„

So itulah pengalaman selama berada di Bali 3 hari, mungkin kawan-kawan pembaca ingin merasakan sensasi keindahan Pulau Dewata-Bali dalam kondisi tidak crowded, inilah saatnya yang tepat. Namun jangan lupa juga, beberapa tempat wisata memang ada yang ditutup, tetapi tidak semuanya. Contohnya GWK, sampai saat ini OB sudah 2x ke Bali saat Pandemi Covid-19 berlangsung, GWK masih tutup terus sampai waktu tidak ditentukan. Thanks πŸ˜‰

5 komentar

    1. Hahahah, dua-duanya kang….sembari holiday, tapi nyari proyekan juga…xixixii πŸ˜€

Tinggalkan Komentarnya,kawan!!